Menyebut nama Mansa Musa maka kita tengah membicarakan salah satu orang terkaya sepanjang masa. Tapi, tak hanya kaya raya, ia berkiprah dalam membangun peradaban Mali. Dialah yang gencar menyebarkan Islam di negara Afrika Barat tersebut.
Mansa Musa merupakan keturunan dari Sunjata, pendiri kerajaan Mali. Selama 25 tahun, Mansa memimpin kerajaan dan membawa masa kejayaan Mali. Jika kakeknya Sunjata memilih fokus dalam membangun kerajaan etnis Malinke, etnis Muslim di Mali, Mansa fokus dalam penerapan praktik ibadah masyarakat.
Sosok Mansa digambarkan sebagai seorang raja yang saleh dan sangat dihormati di seluruh Afrika. Sang raja kaya raya tersebut sangat antusias dalam mempelajari Alquran. Ia seorang yang tegas dan enggan bersujud pada penguasa lain. Ia hanya mau bersujud dihadapan Allah.
Pada 1324 Masehi, Mansa melakukan perjalanan haji ke Makkah. Perjalanan ini sangat terkenal dalam catatan sejarah. Pasalnya, rombongan Mansa diiringi 100 unta dengan tiap unta membawa penuh emas. Terdapat pula 500 budak dengan tiap budak membawa emas.
Ia juga ditemani sang istri, Inari Kunate, yang membawa 500 pelayan. Sungguh rombongan yang kaya raya. Tak heran jika Mansa tercatat sebagai orang terkaya nomor wahid sepanjang masa. Kendati demikian, hal tersebut bukanlah luar biasa bagi Mansa mengingat tanah Mali sangat produktif emas.
Berangkat dari Afrika, sang raja membutuhkan waktu lebih dari setahun hingga tiba di Tanah Suci. Di sepanjang perjalanannya, Mansa melakukan banyak hal, termasuk berdagang. Ia pun beberapa kali singgah di kota dagang untuk memenuhi bekalnya hingga tiba di Makkah. Lalu, peristiwa besar terjadi ketika singgah di Mesir. Rombongan Mansa disambut baik oleh Sultan Mesir.
Ia mengizinkan istananya untuk melayani Mansa yang kemudian menetap di Kairo selama tiga buan. Atas kebaikan hati sultan, Mansa memberinya hadiah 50 ribu dinar dan ribuan batang emas. Para pedagang Mesir pun berinteraksi dagang dengan rombongan Mansa. Akibat emas Mansa yang beredar di Mesir, nilai emas di negeri Piramida tersebut turun hingga 25 persen.
Perjalanan haji Mansa menjadi pintu gerbang perkembangan Islam secara siginifikan di Mali. Banyak hal baik terjadi setelah Mansa pulang dari Makkah. Dalam rombongan pulang, ia mengangkut peradaban Islam dari Tanah Suci ke tanah gersang Mali.
Dia mengangkut buku-buku dari perpustakaan Arab serta membawa serta para cendekiawan untuk membangun peradaban. Sejak itulah peradaban Mali dimulai. Salah satu cendekiawan yang dibawa serta Mansa ialah arsitektur Muslim Andalusia terkenal kala itu Al-Sahili. Ia yang membangun masjid besar di Gao dan Timbuktu yang sangat terkenal hingga kini.
Selain itu, sejak kepulangan Mansa dari Tanah Suci, Mali mulai di kenal dunia luar. Kawasan Mali mulai tercantum dalam peta dunia pada 1339. Bahkan, pada pembuatan peta dunia 1375, Mali dikenal sebagai tanah seorang raja yang kaya dengan emas. Selain itu, sejak kepulangan Mansa, hubungan perdagangan antara Mali dan Mesir makin berjaya.
Mansa sangat berkiprah bagi perkembangan peradaban Islam di Mali. Ia memperkuat Islam di sana. Ia pun gencar melakukan promosi pendidikan dan ekonomi Mali, terutama di tiga kota pusat budaya, yaitu Walata, Jenne, dan Timbuktu. Hingga kini, Timbuktu merupakan wilayah dengan komunitas Muslim terbesar dan memiliki peradaban tinggi. Kota tersebut menjadi pusat pendidikan Islam di kawasan Mali.
Hal tersebut dipelopori oleh Mansa yang memulai pendidikan di Timbuktu dengan menjalin hubungan diplomatik antara Mali dan Maroko. Banyak mahasiswa Malinke yang dikirim belajar ke Maroko untuk kemudian pulang membangun Mali. Saat ini, Kota Timbuktu masih memiliki reputasi dalam pendidikan yang pan-Islamic. Di kota tersebut, naskah kuno peradaban Mali disimpan.
Selama dibawah kepemimpinan Mansa, Mali mengalami perluasan wilayah yang luar biasa. Ekspansi kerajaan makin panjang dari pantai Atlantik di Barat hingga Songhai di dekat Nigeria sebelah timur. Wilayah tersebut menguasai tambang garam Taghaza di utara hingga tanah kaya emas Wangara di selatan. Ia pun membawa stabilitas politik dan memberikan ketenaran bagi Mali.
Tapi, puncak keemasan Mali tersebut hanya berlangsung sekejap. Mansa meninggal pada 1337 setelah 25 tahun memerintah Mali. Sepanjang sejarah Mali, tak ada raja pengganti yang mampu menandingi kualitas Mansa Musa.
Musa meninggal sekitar 1337. Dia telah memerintah Kekaisaran Mali selama sekitar 30 tahun. Setelah kematian Musa , anaknya Mansa Maghan menjadi penguasa kekaisaran. Pada akhir abad keempat belas, para pemimpin yang lemah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah Mali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar